BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah istilah kunci yang paling vital dalam kehidupan manusia
khususnya dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar tak pernah
ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat
perhatian yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan
pendidikan.
“Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu dan berubah tingkah
laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”.(Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2007: 17).
2. Hakikat Hasil Belajar
Belajar bukan hanya mengumpulkan dan menghafalkan fakta-fakta yang tersaji
dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Hal ini sejalan dengan
pendapat (Gage dan Berliner dalam Bundu: 2004) bahwa “learning may be
defined as the process whereby an organism changes its behaviour as a result
of experience”. Dari definisi ini terdapat tiga kondisi yang mendapat
penekanan yaitu perubahan, tingkah laku, dan pengalaman.
Skemp (Bundu: 2004) menyatakan bahwa “learning is a change of state of a
director system toward states which make possible better functioning”
(Belajar adalah suatu perubahan dari sistem direktori yang memungkinkannya
berfungsi lebih baik). Dalam proses belajar ada lima faktor yang berpengaruh
yaitu waktu, lingkungan sosial, komunikasi, inteligensi, dan pengetahuan
tentang belajar itu sendiri.
Lebih lanjut, Hergenhahn dan Olson (Bundu: 2004) mengemukakan lima hal yang
perlu diperhatikan berkaitan dengan belajar yaitu:
(1)Belajar menunjuk pada suatu perubahan tingkah laku; (2) perubahan tingkah
laku tersebut relatif menetap; (3) perubahan tingkah laku tidak segera
terjadi setelah mengikuti pengalaman belajar; (4) perubahan tingkah laku
merupakan hasil pengalaman dan latihan; (5) pengalaman dan latihan harus
diberi penguatan.
Proses belajar terjadi karena adanya bermacam-macam stimulus dari lingkungan
sekitar siswa, sehingga terjadi interaksi dengan lingkungan. Gagne dan
Briggs (dalam Bundu: 2004) mempertegas bahwa “a learning event involves
several internal processes, each of which may be influenced by the external
by the external factors of instruction” (Belajar adalah peristiwa yang
melibatkan beberapa proses internal yang masing-masing proses tersebut dapat
dipengaruhi oleh faktor eksternal pembelajaran )”.
Tidak mudah untuk mengetahui apakah seseorang telah belajar atau belum.
Sebab proses belajar merupakan masalah yang kompleks sifatnya. Jika tujuan
pembelajaran adalah untuk terjadinya perubahan tingkah laku, maka harus ada
yang terjadi pada diri siswa antara sebelum dan sesudah proses belajar
mengajar. Hal ini ditegaskan oleh Merger (dalam Bundu: 2004) bahwa: “no
teaching goal can be reached unless each student is influenced to become
different in some way than he or she was before the instruction undertaken”.
Namun demikian, hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia
berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Wingkel (Bundu: 2004) menggolongkan
kemampuan-kemampuan yang menyebabkan perubahan tersebut menjadi kemampuan
kognitif yang meliputi pengetahuan dan pemahaman, kemampuan sensorik motorik
yang meliputi keterampilan melakukan rangkaian gerak badan dalam urutan
tertentu, dan kemampuan dinamik afektif yang meliputi sikap dan nilai yang
meresapi perilaku dan tindakan.
Perubahan yang relatif menetap tersebut memungkinkan pengamatan terhadap
penampilan yang meskipun bervariasi akan dapat diklasifikasikan pada
ciri-ciri tertentu yang dimiliki. Dalam hal ini, Gagne (dalam Bundu: 2004)
menyebut keadaan yang tetap ini dengan istilah kapabilitas, yang mengandung
makna seseorang mampu melakukan penampilan tertentu.
Menurut Gagne (dalam Dimyati: 2006), ada lima kategori hasil belajar dalam
kelompok kapabilitas tersebut, yaitu: (1) informasi verbal; (2) keterampilan
intelektual; (3) strategi kognitif; (4) sikap; dan (5) keterampilan gerak.
Kelima jenis kapabilitas tersebut dapat disimpulkan pada Tabel 1.
Hasil belajar siswa dapat juga dilihat dari tiga aspek, yakni secara
kuantitatif, institusional, dan kualitatif Syah (dalam Bundu: 2004).
Bertolak dari definisi dan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah:
a. Tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses kognitif.
b. Tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program
belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.
c. Perubahan tingkah laku yang dapat diamati sesudah mengikuti kegiatan
belajar dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan menunjuk pada aksi atau
reaksi yang dilakukan seseorang dalam mencapai suatu tujuan.
d. Memungkinkan dapat diukur dengan angka-angka, tetapi mungkin juga hanya
dapat diamati melalui perubahan tingkah laku. Oleh sebab itu, hasil belajar
perlu dirumuskan dengan jelas sehingga dapat dievaluasi apakah tujuan yang
diharapkan sudah tercapai atau belum.
3. Hasil Belajar Sains SD
Proses belajar mengajar di kelas mempunyai tujuan yang bersifat
transaksional, artinya diketahui secara jelas dan operasional oleh
guru dan siswa. Tujuan tercapai jika siswa memperoleh hasil belajar
seperti yang diharapkan di dalam proses belajar mengajar tersebut.
Oleh sebab itu, hasil belajar harus dirumuskan dan dinilai. Jadi hasil
belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti
program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Caroll (dalam Sabri: 2007) berpendapat bahwa hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh lima faktor, yakni: (1) bakat belajar; (2) waktu yang
tersedia untuk belajar; (3) waktu yang diperlukan siswa untuk
menjelaskan pelajaran; (4) kualitas pengajaran; dan (5) kemampuan
individu. Sejalan dengan itu, William (Hamalik: 2001) menyimpulkan
bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan
keterampilan.
Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku individu
yang relatif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Hasil
belajar sains tentu saja harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan
sains yang telah dicantumkan dalam garis-garis besar program
pengajaran sains di sekolah dengan tidak melupakan hakikat sains itu
sendiri. Oleh sebab itu, tujuan menggambarkan hasil belajar yang harus
dimiliki siswa dan cara siswa memperoleh hasil belajar tersebut.
Hasil belajar sains dikelompokkan berdasarkan hakikat sains itu
sendiri yaitu sebagai produk dan proses. Menurut Hungeford (Bundu:
2004) menyatakan bahwa sains terbagi atas 2 bagian: (1) the
investigation (proses) seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
meramalkan, dan menyimpulkan; (2) the knowledge (produk) seperti
fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori sains.
Sejalan dengan hal di atas, Sumaji (Bundu: 2004) memandang hasil
belajar dari dua aspek yakni aspek kognitif dan nonkognitif. Aspek
kognitif adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman,
dan keterampilan intelektual lainnya, sedangkan aspek nonkognitif erat
kaitannya dengan sikap, emosi (afektif), serta keterampilan fisik atau
kerja otot (psikomotor).
Di negara yang dianggap maju, tujuan pembelajaran sains di sekolah
dasar juga bertumpu pada hakikat sains tersebut. British Columbia,
Canada, misalnya, menekankan dalam kurikulum bahwa pembelajaran sains
di sekolah dasar harus: (1) menumbuhkan sikap ilmiah yang sesuai
(encourage appropriate scientific attitude); (2) mengembangkan
kemampuan menggunakan keterampilan proses sains (develop the ability
to use the processes and skills of science); (3) mengenalkan
pengetahuan ilmiah (introduce the scientific knowledge); dan (4)
mengembangkan cara berpikir kritis, rasional, dan kreatif (promote
critical, rational, and creative thinking). Dapat dikatakan bahwa
hasil belajar sains SD/MI hendaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Penguasaan produk ilmiah atau produk sains yang mengacu pada
seberapa besar siswa mengalami perubahan dalam pengetahuan dan
pemahamannya tentang sains baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum,
maupun teori. Aspek produk sains dalam pembelajaran di sekolah
dikembangkan dalam pokok-pokok bahasan yang menjadi target program
pembelajaran yang harus dikuasai. Aspek produk seperti fakta, konsep,
prinsip, hukum, maupun teori sering disajikan dalam bentuk pengetahuan
yang sudah jadi.
2. Penguasaan konsep ilmiah atau proses sains mengacu pada sejauh mana
siswa mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuwan yang
terdiri atas keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses
sains terintegrasi. Untuk tingkat pendidikan dasar di SD/MI maka
penguasaan
proses sains difokuskan pada keterampilan proses sains dasar (basic
science processes skills) yang meliputi keterampilan mengamati
(observasi), menggolongkan (klasifikasi), menghitung (kuantifikasi),
meramalkan (prediksi), menyimpulkan (inferensi) dan mengkomunikasikan
(komunikasi).
3. Penguasaan sikap ilmiah atau sikap sains merujuk pada sejauh mana
siswa mengalami perubahan dalam sikap dan sistim nilai dalam proses
keilmuan. Sikap ilmiah yang sangat penting dimiliki pada semua
tingkatan pendidikan.
4. Sains adalah hasrat ingin tahu, menghargai kenyataan (fakta dan
data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi kritis dan hati–hati,
tekun, ulet, tabah, kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka,
sensitif terhadap lingkungan sekitar, bekerjasama dengan orang lain.
Gage (Bundu: 2004) menyarankan ada empat sikap yang perlu dikembangkan
yakni sikap ingin tahu (curiocity), penemuan (inventiveness), berpikir
kritis (critical thinking), dan teguh pendirian (persistence). Keempat
sikap ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lainnya karena saling melengkapi.
4. Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
a. Hakikat Sains Teknologi Masyarakat
Science Technology Society (STS) adalah suatu inovasi dalam pendidikan
sains di Amerika Serikat yang berkembang mulai tahun 1970-an, yang
merupakan suatu gerakan guna menjawab kelemahan yang terdapat dalam
program pendidikan sains sebelumnya. (Yager dalam Asy’ari: 2006)
Dalam pendidikan sains tradisional, pengajaran sains sehari-hari hanya
ditujukan pada pengumpulan informasi. Kenyataannya, sedikit sekali
siswa yang mampu memanfaatkan informasi yang tampaknya sudah mereka
pelajari. Karena itu, pendidikan sains secara tradisional kurang
efektif dalam membantu siswa mengembangkan kemampuannya. (Khaeruddin:
2005)
Pendidikan sains dengan STM menjadikan siswa sebagai pemeran aktif
dalam pelajaran sains itu sendiri karena melalui program STM akan
mempertinggi aspek kreativitas siswa. siswa lebih banyak memiliki
gagasan yang orisinil, penjelasan-penjelasan serta evaluasi atas
dirinya. Di samping itu, siswa mampu menyelesaikan permasalahan yang
dihadapkan kepadanya dalam bentuk dan situasi yang lain.
Penerapan STM dalam kegiatan belajar mengajar memberikan beberapa
manfaat antara lain: siswa mempunyai kesempatan dalam mengembangkan
kemampuan meneliti yang cukup berarti, siswa dapat memproses ilmu
pengetahuan yang cukup berarti dan berguna, siswa memiliki sikap yang
sangat positif yang terus berkembang selama mereka perlukan, siswa
lebih banyak mengembangkan keahlian termasuk strategi menyelesaikan
soal, orisinilitas, logika, dan kemampuan untuk membedakan hubungan
sebab dan akibat. Di samping itu pula, siswa dapat menghubungkan
pengalaman belajarnya dengan lingkungan nyata (Iskandar: 1999).
b. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
Sains dan teknologi merupakan dua hal yang tak terpisahkan.
Prinsip-prinsip sains dibutuhkan untuk pengembangan teknologi, sedang
perkembangan teknologi akan memfasilitasi dan memacu penemuan
prinsip-prinsip sains yang baru. Pengembangan sains dan teknologi pada
dasarnya untuk mensejahterakan umat manusia. Namun tidak dapat
dipungkiri perkembangan sains dan teknologi sering juga membawa dampak
negatif terhadap lingkungan sehingga merugikan masyarakat.
Pendekatan sains teknologi dan masyarakat merupakan pendekatan
pembelajaran yang pada dasarnya membahas penerapan sains dan teknologi
dalam konteks kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu,
pendekatan Sains Teknologi Masyarakat disebut juga sebagai pendekatan
terpadu antara sains dan issue teknologi yang ada di masyarakat.
Dengan pendekatan ini, siswa dikondisikan agar mau dan mampu
menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi sederhana
atau solusi pemikiran untuk mengatur dampak negatif yang mungkin
timbul akibat munculnya produk teknologi. Dengan demikian, guru sains
dapat menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat untuk
menanamkan pemahaman konsep dan pengembangannya untuk kemaslahatan
masyarakat. (Myers dalam Asy’ari: 2006).
Di Amerika, gerakan STM diawali di tingkat Universitas dengan
memasukkan mata kuliah yang berwawasan STM (Yager dalam Asy’ari:
2006). Pendidikan STM semakin meluas di berbagai negara lewat berbagai
pertemuan atau konferensi secara internasional yang menekankan
pentingnya pendidikan sains teknologi masyarakat.
Di Australia merekomendasikan bahwa dalam pembelajaran sains sangat
perlu untuk mengkaitkan materi sains dengan persoalan-persoalan timbal
akibat dari perkembangan teknologi. Menurut Hidayat (Asy’ari: 2006)
menyatakan bahwa pendekatan STM merupakan respon atas kondisi dan
situasi pendidikan yang pada umumnya menunjukkan bahwa:
1. Siswa pada umumnya kurang dapat menerapkan konsep dan proses sains
yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupan mereka sehari-hari.
2. Otoritas guru yang menonjol, di mana guru menganggap dirinya
sebagai sumber informasi yang harus dipelajari siswa.
3. Pembelajaran sains pada umumnya dilakukan di dalam kelas dan guru
jarang menggunakan lingkungan sebagai sumber belajarnya.
Untuk itu, dalam pembelajaran sains perlu dikaitkan dengan teknologi,
karena pada dasarnya antara sains dan teknologi memiliki hubungan
timbal balik dalam arti pengembangan teknologi, sementara pengembangan
teknologi dapat menghasilkan cara atau sarana bagaimana memecahkan
masalah sains yang ada.
c. Karakteristik Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
Pendekatan STM merupakan inovasi pembelajaran sains yang berorientasi
bahwa sains sebagai bidang ilmu tidak terpisahkan dari realitas
kehidupan masyarakat sehari-hari dan melibatkan siswa secara aktif
dalam mempelajari konsep-konsep sains yang terkait. Oleh karena itu,
paradigma yang digunakan dalam pendekatan STM menurut Aikenhead
(Asy’ari: 2006) adalah:
1. Pelajaran sains dipandang sebagai usaha manusia yang berkembang
melalui aktivitas manusia dan akan mempengaruhi hidup manusia.
2. Memandang pendidikan sains dalam konteks yang lebih luas, tidak
hanya menyangkut konsep-konsep yang ditemukan oleh para ilmuwan saja
tetapi juga menyangkut proses yang digunakan dalam menemukan konsep
yang baru.
3. Setiap pokok bahasan dikaitkan dengan konteks sosial dan teknologi
sehingga siswa diharapkan dapat melihat adanya integrasi antara alam
semesta sebagai sains dengan lingkungan buatan manusia sebagai
teknologi, dan dunia sehari-hari para siswa sebagai lingkungan sosial
/ masyarakat.
Teknologi diciptakan pada dasarnya untuk membantu atau memudahkan
manusia dalam pencapaian tujuan hidupnya. Teknologi dibangun atau
dibuat dengan dasar atau menerapkan prinsip-prinsip sains, sehingga
teknologi dapat dimaknai sebagai lingkungan buatan manusia. Agar
kelangsungan hidup manusia dapat terjaga, maka dalam menciptakan dan
menggunakan teknologi tersebut harus memperhatikan dampak atau
pengaruhnya bagi masyarakat luas, jangan sampai teknologi yang
diciptakan malah menimbulkan dampak sosial yang pada akhirnya manusia
sendiri yang rugi.
Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa penerapan pendekatan
STM merupakan usaha untuk menjembatani atau memadukan antara sains
atau Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Oleh karena
itu, pendekatan STM dapat digunakan untuk membangun kesadaran siswa
bahwa antara sains dan Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki peranan yang
sama dalam kehidupan masyarakat.
Untuk itu, pembelajaran sains lewat pendekatan sains teknologi
masyarakat harus berorientasi pada siswa (Student Centered). Yager
(Asy’ari: 2006) merumuskan karakteristik pendekatan sains teknologi
masyarakat adalah:
1. Berawal dari identifikasi masalah-masalah lokal yang ada kaitannya
dengan sains dan teknologi oleh siswa (dengan bimbingan guru).
2. Penggunaan sumber daya setempat baik sumber daya manusia maupun
material.
3. Keikutsertaan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat
diterapkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pengidentifikasian cara-cara yang memungkinkan sains dan teknologi
untuk memecahkan masalah hari depan.
5. Dilaksanakan menurut strategi pembuatan keputusan. Setiap siswa
harus menggunakan informasi sebagai bukti, baik untuk membuat
keputusan tentang kehidupan sehari-hari maupun keputusan tentang masa
depan masyarakat.
6. Belajar tidak hanya berlangsung di dalam kelas atau sekolah, tetapi
juga di luar sekolah atau di lapangan nyata.
7. Penekanan pada keterampilan proses yang dapat digunakan siswa dalam
memecahkan masalah mereka sendiri.
8. Membuka wawasan siswa tentang pentingnya kesadaran karir/profesi,
terutama karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi.
9. Adanya kesempatan bagi siswa untuk memperoleh pengalaman dalam
berperan sebagai warga negara untuk mencoba memecahkan masalah-masalah
yang telah mereka identifikasi.
Melihat karakteristik program sains teknologi masyarakat di atas,
nampak bahwa program Sains Teknologi Masyarakat dimaksudkan untuk
menyiapkan/menghasilkan warga negara yang mampu melaksanakan atau
mengambil keputusan tentang masalah-masalah aktual. Di samping itu,
Sains Teknologi Masyarakat dapat juga digunakan sebagai sarana untuk
pembentukan literasi/tidak buta tentang sains dan teknologi, karena
siswa selain memperoleh pengetahuan juga diharapkan dapat timbul
kesadaran tentang pelestarian lingkungan dan dampak negatif teknologi
serta tanggung jawab untuk mencari penyelesaiannya.
Proses pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat beserta penilaiannya
difokuskan pada enam ranah/domain yaitu sebagai pusatnya adalah konsep
sains dan proses sains, sedang empat domain yang lain mencerminkan
dunia nyata (the real world). Dua domain di antaranya merupakan aspek
yang memotivasi siswa untuk memasuki dunia ilmuwan yaitu aspek
kreativitas dan sikap. Dua domain yang lain merupakan penerapan dan
hubungan antar domain, dalam hal ini meliputi teknologi yang merupakan
hasil karya manusia.
Mencermati karakteristik pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, maka
secara konseptual pendekatan sains teknologi masyarakat memiliki
beberapa nilai tambah, baik yang merupakan sasaran utama maupun yang
berbentuk dampak pengiring. Yager (dalam Asy’ari: 2006) mengungkapkan
bahwa nilai tambah yang merupakan sasaran utama antara lain :
1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dapat membuat pengajaran
sains lebih bermakna karena langsung berkaitan dengan permasalahan
yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, membuka wawasan siswa tentang
peranan sains dalam kehidupan nyata.
2. Sains Teknologi Masyarakat dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
mengaplikasikan konsep, keterampilan proses, kreativitas, dan sikap
menghargai produk teknologi serta bertanggung jawab atas masalah yang
muncul di lingkungan.
3. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat yang berorientasi pada “hand
on activities” membuat siswa dapat menikmati kegiatan-kegiatan sains
dengan perolehan pengetahuan yang tidak mudah terlupakan. Dengan
demikian dapat juga digunakan untuk menarik minat siswa dalam
mempelajari sains.
4. Sains teknologi masyarakat dapat memperluas wawasan siswa tentang
keterkaitan sains dengan bidang studi lain. Hal ini dapat terwujud
karena dalam memecahkan permasalahan alam di lingkungan, siswa tidak
cukup hanya mempelajari bidang sains saja, melainkan perlu berbagai
bidang studi yang lain, misalnya IPS, Ekonomi, IPA, dan lain-lain.
Dengan demikian, mereka akan menyadari perlunya pemahaman ilmu secara
holistik/menyeluruh sehingga terhindar dari sikap skeptis atau
pandangan yang sempit, misalnya menganggap bidang ilmunyalah yang
baik.
5. Melalui pendekatan Sains Tekonologi Masyarakat dapat pula
dikembangkan pembelajaran terpadu atau “Integrated Learning’’, “Across
Curriculum’’, atau lintas bidang studi (Solomon dalam Asy’ari: 2006),
sedang Yager dan Lutz (dalam Asy’ari: 2006) mengatakan bahwa
pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas “Total Curriculum” atau pembelajaran secara
menyeluruh.
Menurut Yager (Asy’ari: 2006), dampak pengiring dari penerapan sains
teknologi masyarakat adalah beragamnya kegiatan yang dilakukan dan
penggunaan berbagai macam penilaian pencapaian keberhasilan belajar
siswa. Misalnya adanya:
1. Kegiatan kerja kelompok dapat memupuk kebiasaan saling kerjasama
antar siswa.
2. Kegiatan diskusi dapat memacu siswa untuk berani mengemukakan
pendapat sekaligus melatih keterampilan siswa agar dapat berkomunikasi
dengan baik. Di samping itu, dengan diskusi akan terbentuk sikap
terbuka atau menghargai pendapat orang lain.
3. Penciptaan suatu karya atau pengaplikasian suatu gagasan dapat
menimbulkan rasa bangga pada diri siswa bahwa dirinya dapat
berperan/bermanfaat baik bagi masyarakat maupun bagi perkembangan
sains dan teknologi.
4. Penggunaan cara evaluasi yang kontinu dan beragam dapat mendorong
siswa untuk serius atau perhatian dalam mengikuti pembelajaran, karena
penilaian tidak hanya menyangkut kemampuan kognitif saja melainkan
juga partisipasi dan kreativitasnya. Di samping itu, siswa akan merasa
bahwa semua aktivitas/gagasan yang ia lontarkan akan mendapat
apresiasi, sehingga tidak ada keterlibatan yang mubazir.
Secara faktual adanya nilai tambah dari penerapan pendekatan sains
teknologi masyarakat dalam pembelajaran sains terlihat dari
hasil-hasil perbaikan yang dilakukan di beberapa Negara, antara lain
yang dilaporkan oleh Yager & Tamir (Asy’ari: 2006) yaitu:
1. Penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat dengan mengangkat
isu “pencemaran sungai akibat penambangan batubara” menunjukkan bahwa
dengan upayanya sendiri dalam mengumpulkan informasi guna mencari
solusi siswa dapat berbicara banyak, pada kelas/ siswa yang diteliti
tersebut tergolong kelas yang masih terbiasa menggunakan pembelajaran
secara tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan sains
teknologi masyarakat dapat memungkinkan munculnya ide/gagasan kreatif
yang tidak terduga sebelumnya.
2. Penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat dengan fokus
permasalahan yang muncul di Taiwan menunjukkan bahwa lewat sains
teknologi masyarakat siswa memiliki keberanian mengkomunikasikan karya
ilmiahnya walaupun saat itu merupakan gagasan yang dianggap
kontrobersial oleh sebagian masyarakat. Mereka bisa
mempertanggungjawabkan karyanya karena hasil penelusurannya
memperlihatkan bahwa 70% responden yang diteliti menyetujuinya.
3. Evaluasi terhadap pembelajaran sains teknologi masyarakat di Iowa
menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan atas pencapai
hasil belajar tentang domain aplikasi siswa. Dimana pendekatan sains
teknologi masyarakat lebih tinggi dibanding dengan non sains teknologi
masyarakat, sedang untuk domain sikap walaupun dengan pendekatan sains
teknologi masyarakat lebih tinggi dibanding non sains teknologi
masyarakat terapi perbedaannya tidak berarti.
4. Dalam kegiatannya, siswa cenderung memunculkan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat open minded artinya pertanyaan
yang terbuka, tidak ada jawaban yang salah atau jawaban yang paling
benar. Kondisi ini dapat menumbuhkembangkan sikap menghargai/menerima
gagasan orang lain.
Penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat yang dilakukan oleh
Boujaoude (Asy’ari: 2006) menunjukkan bahwa dengan pendekatan sains
teknologi masyarakat siswa merasa lebih memahami manfaat atau peranan
sains dalam kehidupan, sehingga membuat siswa semakin berkembang sikap
positifnya terhadap sains. Di samping itu, dengan pendekatan sains
teknologi masyarakat siswa dapat menyadari bahwa teknologi memiliki
dimensi yaitu di satu sisi dibutuhkan manusia dan di sisi lain
memiliki efek samping yang merugikan. Kesadaran ini membuat siswa
semakin termotivasi ingin mempelajari lebih banyak tentang sains dan
teknologi.
Penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat lainnya dengan
mengambil isu tentang bioteknologi dapat membangkitkan kesadaran siswa
untuk menghargai teknologi dan profesi ilmuwan, karena dari aktivitas
penelusurannya siswa dapat memahami betapa rumit, mahal, dan
berartinya “genetic engineering“ atau rekayasa genetik.
d. Pembelajaran Struktur Bumi dengan Pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat
Sains Teknologi Masyarakat (STM) adalah suatu kecenderungan baru di
dalam pendidikan IPA (sains) yang mula-mula timbul di Inggris dan
Amerika yang kini meluas ke berbagai negara. Definisi Sains Teknologi
Masyarakat atau “Science Technology Society” menurut National Science
Teachers Associations (NSTA) atau persatuan guru-guru IPA di Amerika
Serikat, Sains Teknologi Masyarakat adalah pembelajaran sains dan
teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Jadi, Sains Teknologi
Masyarakat (STM) adalah istilah yang diberikan kepada usaha mutakhir
untuk menjadikan konteks dunia nyata dalam pendidikan sains dan
pendalaman sains.
Dalam penyajian seperti ini, pendidikan sains menjadi lebih dari pada
sekedar kurikulum mengenai konsep dasar sains (IPA) dan keterampilan
proses sebab Sains Teknologi Masyarakat melibatkan seluruh aspek
pendidikan sains (IPA) yaitu tujuan, kurikulum, strategi pembelajaran,
evaluasi dan persiapan, serta kinerja guru.
Dalam pendekatan STM, siswa harus diikutsertakan dalam penentuan
tujuan, prosedur perencanaan dan dalam usaha mendapatkan informasi,
serta dalam mengevaluasi. Siswa akan lebih tertarik untuk mempelajari
struktur bumi jika mereka terlibat secara aktif dalam kegiatan
individu atau kelompok berkenaan dengan struktur bumi. Salah satu
bentuk kegiatan yang dapat diberikan kepada siswa adalah mencari
isu-isu aktual yang terjadi di masyarakat.
Pada tingkat sekolah dasar, guru hendaknya melibatkan siswa secara
aktif dalam kegiatan mendapatkan informasi aktual yang berkaitan
dengan penggunaan teknologi sehingga siswa memahami konsep struktur
bumi dan mengembangkan kemampuan untuk memahami isu-isu aktual yang
ada.
Baiquni (Prowiradilaga: 2004) mengartikan teknologi sebagai “hasil
penerapan sistematis dari sains yang merupakan himpunan rasionalitas
insani kolektif untuk memanfaatkan hidup dan mengendalikan
gejala-gejala di dalam proses produktif yang ekonomis”. Adapun
pembelajaran struktur bumi dalam perbaikan ini dibagi dalam empat
tahap yaitu:
1. Tahap invitasi. Pada tahap ini, guru mengemukakan isu atau masalah
aktual yang dialami atau terjadi dalam masyarakat sekitar yang dapat
dipahami oleh siswa serta dapat merangsang siswa untuk mencari jalan
keluar terhadap masalah yang sedang terjadi. Pada tahap ini, isu atau
masalah digali dari pendapat atau keinginan siswa dan yang ada
kaitannya dengan konsep sains yang akan dipelajari.
2. Tahap Eksplorasi. Pada tahap ini, melalui aksi dan reaksinya
sendiri, siswa berusaha memahami atau mempelajari situasi baru yang
merupakan masalah baginya baik itu diperoleh melalui membaca buku,
koran, mendengarkan berita di radio, melihat TV, ataupun melakukan
observasi langsung di lapangan.
3. Tahap Solusi. Pada tahap ini, berdasar hasil eksplorasinya, siswa
menganalisis terjadinya fenomena dan mendiskusikan bagaimana mencari
pemecahan masalah yang sedang terjadi. Dalam arti, siswa membangun dan
mengenal konsep baru yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.
Untuk itu, guru perlu memberikan umpan balik atau peneguhan dalam
rangka
memantapkan konsep yang diperoleh siswa itu sendiri.
4. Tahap Aplikasi. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggunakan konsep yang telah diperoleh. Pada tahap ini, siswa
mengadakan aksi nyata dalam mengatasi masalah lingkungan yang
dimunculkan pada tahap invitasi.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan sains teknologi masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Guru dapat melakukan penilaian awal yang berkaitan dengan struktur
bumi. Hal ini dapat dilakukan secara tertulis atau lisan dengan
memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan
dipelajari. Tujuannya untuk menggali pengetahuan awal siswa melalui
pertanyaan yang sesuai dengan pengalaman, lingkungan anak, atau sesuai
dengan topik yang akan diajarkan.
Untuk menggali pengetahuan atau pikiran yang ada pada diri siswa, guru
dapat mengajukan pertanyaan seperti: “Bagaimanakah bentuk bumi? Apa
yang terjadi jika bumi tidak dilindungi? Mengapa pemanasan global
dapat merusak bumi? Berikan pendapatmu”.
Setelah siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut di atas, guru dapat
melanjutkan dengan menggali pengetahuan anak tentang susunan struktur
bumi. Guru dapat memperlihatkan gambar atau artikel yang berkaitan
dengan materi pembelajaran serta dampak dari kerusakan struktur bumi,
kemudian guru mengajukan berbagai pertanyaan untuk mengetahui sejauh
mana pemahaman anak tentang materi yang diajarkan.
2. Memberikan tugas kepada siswa untuk mengkaji sejauh mana penggunaan
teknologi dalam masyarakat sekitar dalam melindungi bumi,
kebiasaan-kebiasaan apa saja yang dilakukan masyarakat sekitar dalam
melindungi bumi, kebiasaan-kebiasaan apa saja yang dilakukan
masyarakat yang dapat menghancurkan struktur yang melindungi bumi,
serta bagaimana usaha yang dilakukan sampai saat ini guna memelihara
dan menjaga struktur bumi. Pengkajian ini dapat ditempuh dengan
melakukan kegiatan seperti mengumpulkan artikel, mencermati berita
dari TV dan radio, melakukan wawancara dengan instansi terkait atau
orang-orang yang berkompeten di bidangnya.
3. Dari hasil pengkajian masalah yang telah dilakukan pada tahap
eksplorasi, siswa diarahkan untuk menganalisis/mensintesis guna
menemukan pemecahan masalahnya. Untuk mengetahui kerangka pikir siswa
dalam memahami dan memecahkan masalah, siswa diminta menuangkan dalam
jaringan yang menunjukkan keterkaitan antara konsep dan ide-ide yang
dipikirkan. Untuk siswa yang taraf berpikirnya masih sederhana, guru
dapat menuntunnya dengan cara memberi panduan yang dituliskan dalam
bentuk kerangka dasar, sedang siswa diminta mengisi apa saja yang
tercakup dalam setiap komponennya. dan
4. Pada tahap ini, siswa diminta untuk menentukan pilihan mana yang
akan diaplikasikan di masyarakat sekitar merujuk dari cara atau teknik
pencegahan terjadinya kerusakan lapisan bumi. Misalnya dengan
melakukan penghijauan. Dalam pelaksanaannya, guru perlu mengarahkan,
misalnya dalam menentukan jenis tanaman mana yang akan ditanami, cara
menanam serta membantu bila memerlukan perijinan atau urusan
administratif lainnya.
Melalui empat fase yang telah dijelaskan tadi, guru memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengolah, mencerna,
memikirkan, menganalisa dan akhirnya yang terpenting adalah
merangkumnya sebagai suatu pengalaman yang dimilikinya. Pada kegiatan
ini, siswa mengintegrasikan persepsi atau konsep ke dalam suatu
kegiatan yang cocok dengan rangsangan tersebut.
Kegiatan di atas bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa
terhadap materi yang sedang dipelajarinya. Guru dapat mengajukan
berbagai pertanyaan atau memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan ide atau pendapatnya. Fenomena yang dialami siswa
tersebut akan menjadi unsur penting pada diri siswa dalam memahami
struktur bumi.
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan kerangka teori yang mendasari pelaksanaan perbaikan untuk
meningkatkan hasil belajar struktur bumi melalui penggunaan sains
teknologi masyarakat pada siswa kelas V SD Negeri 006 Sebatik Barat,
maka dapat dilihat bahwa masalah pembelajaran struktur bumi dilihat
dari aspek guru adalah (1) guru kurang menggunakan metode yang
bervariasi, (2) guru kurang menguasai materi, (3) guru kurang
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.
Pada siswa dapat dilihat (1) siswa kurang menguasai konsep struktur
bumi, dan (2) hasil belajar struktur bumi pada siswa kelas V rendah.
Dari masalah di atas, peneliti menerapkan pembelajaran melalui
pendekatan sains teknologi masyarakat yang terdiri dari empat tahapan
pembelajaran yaitu
1. Tahap invitasi. Tahap ini siswa mengemukakan issue atau masalah
aktual yang sedang berkembang di masyarakat sekitar yang dapat
diamati/dipahami oleh peserta didik.
2. Tahap eksplorasi. Pada tahap ini siswa diminta untuk
memahami/mempelajari situasi baru yang merupakan masalah baginya baik
itu diperoleh melalui membaca buku, koran, mendengar berita di radio,
menonton tv, atau melakukan observasi langsung di lapangan.
3. Tahap solusi. Siswa menganalisis terjadinya fenomena dan
mendiskusikan bagaimana mencari cara pemecahan masalah yang terjadi.
4. Tahap aplikasi. Siswa mengadakan aksi nyata sesuai dengan pemahaman
yang dimilikinya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka pikir seperti
berikut:
C. Hipotesis Tindakan
Jika menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat, maka hasil
belajar struktur bumi pada siswa kelas V SD Negeri 006 Sebatik Barat
dapat meningkat.
Link Bab I =====disini=====
0 Komentar