BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat IPA
IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam.
Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh
adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah
menekankan pada hakikat IPA. Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam
Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas; pada dasarnya
konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
2. Observasi dan Eksperimen; merupakan
salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat
diuji kebenarannya.
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah
satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan
memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka
berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif; artinya
IPA itu selalu berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan
yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya. Proses;
tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode
ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.
5. Universalitas; kebenaran yang
ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan bagian
dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan
menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian
diperoleh hasil (produk).
B. Proses Belajar Mengajar IPA
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur
yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan
(inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai
dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar
akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,
keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa,
dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang
cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu
usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan
pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar mengajar
merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa
atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan
siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar
(Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses belajar
mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan perencanaan
oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak lanjut (dalam
Suryabrata, 1997: 18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar
IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan
kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.
C. Metode pembelajaran Penemuan (Discovery)
Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund discovery
adalah proses mental dimana siswa memampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau
prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah:
mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur membuat kesimpulan dan sebainya. Suaut konsep misalnya:
segi tiga, pans, demokrasi dan sebagainya, sedang yang dimaksud dengan
prisnsip antara lain ialah: logam apabila dipanaskan akan mengemabang. Dalam
teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu
sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.
Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self-learning siswa (belajar sndiri)
itu, sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situsi teacher learning
menjadi situasi student dominated learning. Dengan menggunakan discovery
learning, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca
sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belajar sendiri.
Penggunaan teknik discovery ini, guru berusaha meningkatkan aktivitas siswa
dalam proses belajar mengajar. Maka teknik ini memiliki keuntungan sebagai
berikut:
- Teknik ini mampu membantu siswa untuk
mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam
proses kognitif/pengenalan siswa.
- Siswa memperoleh pengetahuan yang
bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal
dalam jiwa siswa tersebut.
- Dapat membangkitkan kegairahan
belajar mengajar para siswa.
- Teknik ini mampu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengankemampuannya
masing-masing.
- Mampu mengarahkan cara siswa belajar,
sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
- Membantu siswa untuk memperkuat dan
menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman
belajar saja, membantu bila diperlukan. Walalupun demikian baiknya teknik ini
masih ada pula kelemahan yang perlu diperhatikan ialah:
- Pada siswa harus ada kesiapan dan
kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani dan berkeinginan
untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
- Bila kelas terlalu besar penggunaan
teknikini akan kurang berhasil.
- Bagi guru dan siswa yang sudah biasa
dengan perencaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila
diganti dengan teknik penemuan.
- Dengan teknik ini ada yang
berpendapat bahwa proses mental ini ada yang berpendapat bahwa proses mental
ini terlalu mementingkan proses pengertiansaja, kurang memperhatikan
perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.
- Teknik ini mungkin tidak memberikan
kesempatan untuk berpikir secara kreatif.
D. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
sesuatu, atau keadaan seserang atau organisme yang menyebabkan kesiapan
kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan. Sedangkan
motivasi adalah suatu proses untuk
menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu
yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan
tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu pendorong yang
mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan
sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin
melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur
(2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan
proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa
itu akan meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat
sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Macam-macam Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu, apakah karena
adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi
yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar (Usman, 2000:
29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik adalah motif-motif
yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena
dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: 105) ada beberapa strategi dalam
mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Mengaitkan tujuan belajar dengan
tujuan siswa.
2) Memberikan kebebasan dalam
memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok.
3) Memberikan banyak waktu ekstra bagi
siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
4) Sesekali memberikan penghargaan pada
siswa atas pekerjaannya.
5) Meminta siswa untuk menjelaskan
hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi
yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari
luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya maka secara
sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar
dirinya.
b. Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah
karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan
kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya
seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat
peringkat pertama dikelasnya (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik adalah kebalikan
dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi
instrinsik antata lain:
1) Kompetisi (persaingan): guru
berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi
belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya
dan mengatasi prestasi orang lain.
2) Pace Making (membuat tujuan
sementara atu dekat): Pada awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya
terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa TIK yang akan dicapai sehingga
dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai TIK tersebut.
3) Tujaun yang jelas: Motif mendorong
individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan
bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakuakan
sesuatu perbuatan.
4) Kesempurnaan untuk sukses:
Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap
diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan
demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih
sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
5) Minat yang besar: Motif akan timbul
jika individu memiliki minat yang besar.
6) Mengadakan penilaian atau tes. Pada
umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal
ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak
ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan
ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat
nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi
siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivsi ekstrinsik adalah motivasi yang
timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari
laur, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain
sebagainya.
E. Prestasi atau Hasil Belajar
IPA
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan
ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih
baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil
yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut
Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai
(dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil
pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian
kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai
oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa
itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat
diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan
untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang
diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana
keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan bahwa prestasi belajar
IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif
seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar IPA.
F. Hubungan Motivasi dan Prestasi Belajar Terhadap Metode pembelajaran
Penemuan (discovery)
Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu
dalam mencapai tujuan tertetntu. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu
akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi
itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan
lebih baik (Nur, 2001: 3). Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah
siswa itu melakukan kegiatan belajar.
Sedangkan metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah suatu metode
pembelajaran yang memberikan kesempatan dan menuntut siswa terlibat secara
aktif di dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan memberikan informasi
singkat (Siadari, 2001: 7). Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan
(discovery) akan bertahan lama, mempunyai efek transfer yang lebih baik dan
meningkatkan siswa dan kemampuan berfikir secara bebas. Secara umum belajar
penemuan (discovery) ini melatih keterampilan kognitif untuk menemukan dan
memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Selain itu, belajar penemuan
membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja sampai
menemukan jawaban (Syafi’udin, 2002: 19).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya motivasi
dalam pembelajaran model penemuan (discovery) tersebut maka hasil-hasil
belajar akan menjadi optimal. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin
berhasil pula pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi maka intensitas usaha
belajar siswa akan tingi pula. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan
intesitas usaha belajar siswa. Hasil ini akan dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.
0 Komentar