PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masih ada upaya lain untuk menjelaskan apa itu filsafat, yaitu dengan cara
memahami macam-macam pengetahuan manusia. Manusia pada hakikatnya adalah
makhluk ciptaan tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan
makhluk ciptaan lain-Nya dimuka bumi ini. Hali ini disebabkan manusia
memiliki akal dan fikiran (rasio), sehingga ia mampu mengembangkan dirinya
sebagai manusia yang berbudaya. Kemampuan mengembangkan diri itu dilakukan
manusia melalui interaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial.
Filsafat adalah salah satu jenis pengetahuan manusia, yaitu pengetahuan
filsafat. Akan tetapi apa itu pengetahuan? Pengetahuan ialah keadaan tahu
atau pengetahuan ialah semua yang diketahui. Pernyataan ini bukan definisi
pengetahuan, tetapi sekedar menunjukan apa kira-kira pengetahuan. Manusia
ingin tahu, lantas ia akan mencari dan memperoleh pengetahuan. Nah, yang
diperolehnya itulah yang bisa dikatakan dengan pengetahuan. Pengetahuan
ialah semua yang diketahui. Sebagai contoh, seseorang ingin mengetahui
jika jeruk ditanam, apa buahnya. Kemudian ia menanam bibit jeruk. Ia dapat
melihat buahnya adalah jeruk. Jadi tahulah dia bahwa jeruk berbuah jeruk.
Pada dasarnya, pengetahuan jenis inilah yang disebut dengan pengetahuan
sains. Sebenarnya pengetahuan sains tidak sesederhana itu. Pengetahuan
sains harus menggunakan logika juga. Pengetahuan sains ialah
pengetahuan yang logis dan didukung oleh bukti empiris (bukti nyata).
Dalam bentuknya yang telah baku, pengetahuan sains itu memiliki paradigma
dan metode tertentu. Paradigmanya bisa disebut paradigma positif dan
metodenya bisa disebut metode ilmiah. Formula utama dalam pengetahuan
sains ialah buktikan bahwa itu logis dan tunjukan bukti empirisnya.
Adakalanya kita menyaksikan ada bukti-bukti empiris, tetapi tidak logis.
Yang seperti ini bukan pengetahuan sains (pengetahuan ilmiah). Misalnya,
bila ada gerhana pukullah kentongan, maka gerhana itu akan segera
menghilang. Itu suatu pengetahuan dan dapat dibuktikan secara empiris.
Coba saja, bila ada gerhana pukullah kentongan maka lama kelamaan gerhana
itu akan hilang. Terbukti. Akan tetapi, itu bukan pengetahuan ilmiah sebab
tidak ada bukti logis yang dapat menghubungkan berhentinya gerhana dengan
kentongan yang dipukul. Pengetahuan begini mungkin bisa disebut dengan
pengetahuan takhayul. Dari sini dapat juga kita ketahui bahwa objek yang
dapat diteliti oleh pengetahuan sains hanyalah objek empiris sebab ia
harus menghasilkan bukti empiris.
Mari kita kembali pada contoh tadi; jeruk ditanam buahnya jeruk. Ini sudah
berguna bagi kehidupan. Berguna bagi petani jeruk, bagi pedagang jeruk dan
bagi seluruh manusia. Akan tetapi, ada orang yang ingin mengetahui lebih.
Misalnya, untuk menjawab pertanyaan ini peneliti tidak dapat lagi
dilakukan pada objek yang empiris karena objek tersebut tidak ada pada
bibit atau pohon jeruk. Akan tetapi jika kita ingin tahu jawabannya,
kita harus berpikir. Inilah jalan yang dapat ditempuh. Yang dipikirkan
memang jeruk, tetapi bukan jeruk yang empiris. Jika di pikir secara
serius, maka muncullah jawaban: jeruk berbuah jeruk karena ada aturan atau
hukum yang mengatur agar jeruk berbuah jeruk. Para ahli menyebutnya hukum
gene. Hukum ini tidak kelihatan, tidak empiris, tetapi akal mengatakan
bahwa hukum itu ada. Jeruk berbuah jeruk karena ada aturan yang
mengaturnya demikian. Ini adalah pengetahuan filsafat. Kebenarannya hanya
bisa di pertanggungjawabkan secara logis, tidak secara empiris.
Paradigmanya logis, metodenya fikir. Pengetahuan filsafat masih dapat maju
selangkah lagi. siapa yang membuat hukum itu tadi? Pikiran masih dapat
menjawab, yang membuat hukum itu pasti yang maha pintar, orang menyebutnya
tuhan, dan pengetahuan ini masih pengetahuan filsafat.
Ada segelintir orang yang nekat, masih ingin tahu siapa tuhan itu, bahkan
ingin melihatnya. Bagian ini sudah tidak bisa lagi di jangkau dengan
menggunakan akal logis, apalagi dengan menggunakan indera empiris. Bagian
ini mungkin masih bisa diketahui dengan menggunakan rasa. Bergson
mengatakan bahwa rasa itu intuisi; Kant mengatakan bahwa rasa itu
moral; Orang Sufi dalam islam menyebutnya dzauq, qalb, dan
kadang-kadang dlamir. Pengetahuan jenis ini memang aneh, paradigmanya bisa
disebut paradigma mistis dan metodenya bisa disebut metode latihan.
Pengetahuan ini bisa disebut pengetahuan mistik, yaitu sejenis pengetahuan
yang tidak dapat dibuktikan secara empiris dan tidak juga secara logis.
Orang-orang syiah senang menyebutnya dengan nama pengetahuan irfan, dari
sinilah istilah ma’rifah itu diambil. Nah, sekarang kita dapat mengenali
tiga macam pengetahuan yang dimiliki manusia. Masing-masing jelas
paradigmanya, metodenya dan objeknya. Jadi jelas bedanya dan jelas
kaplingnya. Kalau begitu, filsafat ialah sejenis pengetahuan yang
diperoleh dengan cara berfikir logis.
Rumusan Masalah
- Apa pengertian filsafat pendidikan?
- Apa latar belakang munculnya filsafat pendidikan?
- Hubungan manusia dan tujuan hidupnya dalam pandangan filsafat pendidikan?
- Apa saja ruang lingkup filsafat pendidikan?
- Bagaimana konsep filosofis mengenai pendidikan?
- Apa peran filsafat pendidikan dalam tujuan hidup manusia?
Tujuan Pembahasan
Dengan mengetahui filsafat pendidikan, kita akan mengetahui dan memahami
pengertian filsafat pendidikan, ruang lingkup, serta peranan filsafat
pendidikan dalam tujuan hidup manusia.
PEMBAHASAN
Pengertian Filsafat Pendidikan
Menetapkan suatu definisi nampaknya sulit untuk dilakukan. Kenapa?
Karena persoalannya bukan terletak pada saat bagaimana untuk
mengemukakan definisi itu, melainkan soal mau atau tidaknya orag
menerima definisi kita itu, akan pahamkah mereka dengan definisi
yang kita jelaskan atau tidak? Ini adalah persoalan yang tidak bisa
dianggap sepele. Demikian juga masalah filsafat, sulit sekali untuk
memberikan suatu batasan yang benar dan pasti tentang kata filsafat.
Buktinya para filsuf selalu berbeda-beda dalam mendefinisikan
filsafat.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari kata yunani
yang tersusun dari dua kata, philein dalam arti cinta dan sophos
dalam arti hikmat (wisdom). Orang Arab memindahkan kata philosophia
dari bahasa Yunani ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikan,
tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu falsafah dengan pola fa’lala,
fa’lalah, dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja
falsafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.
Selanjutnya kata filsafatyang banyak terpakai dalam bahasa
Indonesia, menurut Prof. Dr. Harun Nasution bukan berasal dari
bahasa Arab falsafah dan bukan pula dari bahasa barat philosophy. Di
sini dipertanyakan tentang apakah fil diambil dari bahasa barat dan
safah dari bahasa Arab, sehingga terjadi gabungan antara keduanya
dan menimbulkan kata filsafat.
Dari pengertian secara etimologi itu, ia memberikan definisi
filsafat sebagai berikut:
- Pengetahuan tentang hikmah;
- Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar;
- Mencari kebenaran;
- Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
Dengan demikian ia berpendapat bahwa intisari filsafat ialah
berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat
pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya
sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya.
Secara terminologis, filsafat mempunyai arti bermacam-macam,
sebanyak orang yang memberikan pengertian atau batasan. Gambaran
yang lebih jelas mengenai filsafat dapat disimak pada pendapat
Titus:
- Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam, biasanya diterima secara kritis.
- Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang kita junjung tinggi.
- Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
- Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
- Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian dari manusia dan yang dicari jawabannya jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan
Adapun latar belakang munculnya filsafat pendidikan adalah :
- Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa dan Negara.
- Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlak yang tertinggi;
- Eksistensi suatu bangsa adalah ideologi dan filsafat hidupnya, maka demi mewariskan eksistensi tersebut jalan yang efektif adalah melalui PENDIDIKAN.
- Tidak berbeda dengan fungsi filsafat pendidikan adalah suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama;
- Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan ilmiah untuk menjamin tujuan pendidikan yaitu: meningkatkan perkembangan sosial budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan dan kejayaan Negara.
- Pada hakikatnya kehidupan mengandung unsur kehidupan karena adanya interaksi dengan lingkungan, namun yang penting bagaimana peserta didik menyesuaikan diri dan menempatkan diri dengan sebaik-baiknya dalam berinteraksi dengan semua itu dan dengan siapapun.
- Perkembangan iptek berlangsung semakin pesat sehingga tidak mungkin bagi para pendidik (khususnya guru) mengajarkan semua fakta konsep kepada peserta didik. Disamping tidak mungkin, mungkin juga tidak perlu karena kemampuan manusia yang terbatas untuk menampung ilmu. Jalan keluarnya ialah peserta didik dari dini dibiasakan bersikap selektif terhadap segala informasi yang membanjiri nya. Mereka harus belajar memiliki sikap mandiri.
- Penemuan iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya relatif, semua teori mungkin tertolak dan gugur setelah ditemukan data baru yang sanggup membuktikan kekeliruan teori tersebut. Sebagai akibatnya muncullah lagi teori baru yang pada dasarnya kebenarannya juga bersifat relatif. Untuk menghadapi kondisi seperti itu perlu ditanamkan sikap ilmiah kepada peserta didik seperti keberanian bertanya, berpikir kritis, dan analisis dalam menemukan sebab-sebab, dan pemecahan terhadap masalah.
- Para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret dan wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan mengalami atau mempraktikkan sendiri.
- Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogyanya tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik. Konsep di satu pihak dan nilai-nilai di lain pihak harus di satu padu kan, agar konsep keilmuan tidak mengarah pada intelektualisme yang “gersang” tanpa diwarnai sifat manusiawi. Kemandirian dalam belajar membuka kemungkinan terhadap lahirnya calon-calon insane pemikir yang manusiawi serta menyatu dalam pribadi yang serasi dan berimbang.
Hakekat Manusia Dalam Pandangan Filsafat
Manusia merupakan makhluk yang sangat unik. Upaya pemahaman hakekat
manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun, hingga saat ini belum
mendapatkan pernyataan yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan
manusia itu sendiri yang memang unik, antara manusia satu dengan
manusia yang lain berbeda-beda. Bahkan orang kembar identik sekali
pun, mereka pasti memiliki perbedaan. Mulai dari fisik, ideologi,
pemahaman dan lain-lain. Semua itu menyebabkan suatu pernyataan
belum tentu pas untuk diamati oleh sebagian orang.
Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sebutan kepada manusia
sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi.
- Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi;
- Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berfikir;
- Manusia adalah Homo Lequen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun.
- Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal yaitu binatang yang pandai membuat alat;
- Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerja sama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya;
- Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.
Sudut Pancang Asal Mula dan Tujuan Hidup Manusia
Segala sesuatu yang ada dalam kehidupan ini pasti mempunyai asal
usul dan tujuan keberadaannya, begitu juga manusia. Asal mula dan
tujuan hidup manusia merupakan substansi yang sulit dijelaskan.
Karena akal manusia sangat terbatas untuk mencapai pada substansi
tersebut.
Pikiran manusia tidak mampu menjelaskan secara terperinci tentang
substansi asal mula tersebut. Meskipun demikian, pikiran manusia
dapat dipastikan mampu secara logis menyimpulkan dan menilai bahwa
hakikat asal mula itu hanya ada satu, bersifat universal, dan berada
di dunia metafisis. Karena itu, bersifat absolut dan tidak mengalami
perubahan serta sebagai sumber yang ada.
Ketika manusia menyadari bahwa asal mula dan tujuan hidup hanya
satu, bersifat universal dan berada di dunia metafisis, maka
pernyataan itu merujuk pada keberadaan Tuhan. Dalam agama islam,
manusia meyakini bahwa ia berasal dari Allah SWT dan nantinya akan
kembali kepada-Nya juga.
Akal pikiran manusia dapat memastikan bahwa kehidupan ini berawal
dari causa prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali kepada causa
prima (Tuhan) pula.
Jadi, jika demikian adanya maka dalam islam setidaknya manusia
mempunyai beberapa tujuan. Tujuan manusia hidup paling sedikit ada
empat macam; beribadah, menjadi khalifah Allah di muka bumi (yang
baik dan sukses tentunya), memperoleh kesuksesan (kebaikan,
kebahagiaan dan keberuntungan) di dunia dan akhirat, dan mendapat
ridho Allah.
Konsep Filosofis Pendidikan
Perkembangan dan perubahan dalam lapangan pendidikan menimbulkan
tantangan agar para pendidik mempunyai sikap tertentu yang telah
bersendikan atas pendirian tertentu pula. Untuk ini, yang lazim
dianut, menurut Theodor Brameld, adalah kemungkinan-kemungkinan
sikap seperti konservatif, bebas dan modifikatif, regresif atau
radikal rekonstruktif.
Beberapa sikap di atas dalam penjabarannya mengenai pendidikan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
- Menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif. Tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus.
- Pendidikan adalah bukan hanya meyampaikan pengetahuan kepada anak didik untuk diterima saja, melainkan yang lebih penting daripada itu adalah melatih kemampuan berpikir dengan memberikan stimulasi-stimulasi. Yang dimaksud dengan berpikir adalah penerapan cara-cara ilmiah seperti mengadakan analisa, mengadakan pertimbangan, dan memilih diantara alternatif yang tersedia.
- Semuanya ini diperlukan oleh pendidikan agar orang yang melaksanakan dapat maju atau mengalami suatu progress. Dengan demikian orang akan dapat berbuat sesuatu dengan inteligen dan mampu melakukan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai dengan tuntutan dari lingkungan.
- Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai kepada manusia melalui sivilasidan yang telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada di dalam “gudang” di luar ke jiwa anak didik. Ini berarti bahwa anak didik perlu dilatih agar memiliki kemampuan absorbs yang tinggi.
- Yang menghendaki agar pendidikan kembali kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan, karena jiwa abad pertengahan merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang telah ditentukan secara rasional. Abad pertengahan dengan jiwanya itu telah dapat menemukan adanya prinsip-prinsip pertama yang mempunyai peranan sebagai dasar pegangan intelektual manusia dan yang dapat menjadi sarana untuk menemukan evidens-evidensi diri sendiri.
- Yang menghendaki agar anak didik dapat dibangkitkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti ini anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas.
Hubungan Antara Filsafat, Pendidikan dan Manusia
Manusia benar-benar merupakan makhluk yang unik. Manusia memiliki
berbagai dimensi dasar, baik secara pribadi, jiwa, kelompok, dll.
Semua itu bercampur aduk menjadi potensi dasar atau bawaan manusia,
sehingga disadari atau tidak, manusia telah mengembangkan potensi
tersebut, baik secara maksimal atau tidak, dengan baik atau buruk.
Semuanya tergantung manusia itu sendiri dan lingkungan yang
mempengaruhinya.
Kaitannya dengan hal tersebut, dengan akal manusia yang bisa
dikatakan jenius, manusia dapat menemukan jalan untuk mengembangkan
potensi-potensi mereka dengan baik. Yaitu dengan pendidikan. Manusia
mulai sadar akan arti penting pendidikan bagi kehidupan mereka.
Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis dan
berkelanjutan untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan manusia,
memberi sifat dan kecakapan, sesuai dengan tujuan pendidikan.
Pendidikan adalah bagian suatu proses yang diharapkan untuk mencapai
suatu tujuan.
Melihat pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan
pendidikan dengan manusia itu sangat erat. Adanya pendidikan untuk
mengembangkan potensi manusia, menuju manusia yang lebih baik, dan
dapat mengembang tugas dari Allah SWT.
Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan
kehidupan manusia. Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia
berarti harus mempersoalkan masalah pendidikan. Jadi, antara manusia
dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena manusia,
pendidikan mutlak ada ; dan karena pendidikan, manusia semakin
menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.
Manusia merupakan subjek pendidikan, tapi juga sekaligus menjadi
pedidikan itu sendiri. Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan
praktek tanpa teori. Pendidikan tanpa mengerti manusia. Berarti
membina sesuatu tanpa mengerti untuk apa, bagaimana, dan mengapa
manusia di didik. Tanpa mengerti atas dibina, pendidikan akan salah
arah. Bahkan tanpa pengertian yang baik, pendidikan akan memperkosa
kodrat manusia.
Esensia kepribadian manusia, yang tersimpul dalam aspek-aspek:
individualitas, sosialitas dan moralitas hanya mungkin menjadi
relita (tingkah laku, sikap) melalui pendidikan yang di arahkan
kepada masing-masing esensia itu. Harga diri, kepercayaan pada diri
sendiri (self-respect, self-reliance, self confidence) rasa tanggung
jawab, dan sehingganya juga akan tumbuh dalam kepribadian manusia
melalui proses pendidikan.
Jadi, hubungan antara filsafat, pendidikan dan manusia secara
singkat adalah sebagai berikut ; filsafat digunakan untuk mencari
hakekat manusia, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri
manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh pendidikan
dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi
keberadaan manusia. Sehingga dihasilkan manusia yang sejati, yang
utuh sebagaimana dititahkan oleh Allah SWT.
PENUTUP
Keseimpulan
Apabila anda seorang mahasiswa tentunya anda telah mengikuti
pendidikan agama dan kuliah seorang dosen mungkin memberikan salah
satu firman Tuhan yang menyatakan bahwa Tuhan telah menciptakan
segala sesuatu berpasang-pasangan, laki dan perempuan, negatif dan
positif , pro dan kontra, thesa dan anti thesa, antara teori dan
praktek mungkin sampai relasi vertical dan horizontal.
Pengertian horizontal dan vertical ini dapat digunakan dalam
berbagai bidang kalau tidak di segala bidang dan cabang ilmu
pengetahuan, sosiologi, psikologi politik, organisasi kepemimpinan
dan masih banyak lagi sampai pada cabang filsafat dan pendidikan dan
bahkan filsafat pendidikan.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horizontal, meluas
ke samping, yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu
dengan cabang yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan
synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan, yaitu
ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan
pengajaran. Seperti ilmu sosiologi pendidikan merupakan ilmu
terapan, yaitu suatu lapangan studi yang mempelajari sumber-sumber
sosiologis terhadap problema-problema pendidikan umpamanya, dan
seterusnya yang masih banyak lagi.
Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran
atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan
dan pengajaran. Sebaliknya filsafat pendidikan menunjukkan hubungan
vertical, naik ke atas atau turun ke bawah, dengan cabang-cabang
ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah
pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya
filsafat pendidikan. Hubungan vertical antara disiplin ilmu tertentu
adalah hubungan tingkat
penguasaan dan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu
pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan
satu-satunya ilmu terapan, adalah cabang ilmu pengetahuan yang
memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada
bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidupdan
penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berprdikat
pendidik atau guru pada khususnya.
Daftar Pustaka
Situs Internet / Website :
- http://shi-senhikari.blogspot.com/
- http://www.slideshare.net/
- http://husinalfirdaus.blogspot.com/
- http://hengkikristiantoateng.blogspot.com/
0 Komentar